Breaking News

Berpacaran Dengan Dingin di Sugapa, Intan Jaya

Sa di Kampung Bilogai, tepat di depan Pastoran Paroki St. Missael
Hallo...
Nama saya Zuzan Crystalia Griapon, panggilannya Cinta. Saya saat ini masih bersenang-senang di bangku kuliah semester V di salah satu Universitas Negri di Indonesia. Seperti di judul “Berpacaran dengan dingin di Sugapa” memang judulnya sangat aneh , Nah supaya lebih jelas coba tes baca tulisan ini.

Berpacaran?
Bagi beberapa teman-teman saya berpendapat bahwa berpacaran berkaitan dengan hubungan yang lebih dekat antara kedua belah pihak berdasarkan cinta, ada yang berpendapat berpacaran berarti rasa memiliki yang tinggi atau cara menghabiskan waktu bahkan ada yang berpendapat berpacaran berati hawa nafsu. Tidak ada yang salah dengan pendapat setiap orang karena mereka yang menjalaninya. Nah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia online , /ber-pa-car-an/ v. Bercintaan atau berkasih-kasihan. Jelas dalam makna Bahasa Indonesia adalah cinta atau kasih. Dari cara pandang dari luar saya justru memaknai berpacaran sebagai sesuatu yang lain sesuai dengan apa yang saya rasakan. Menurut saya berpacaran itu berarti merasa selalu dimiliki oleh dia yang special dan menikmati prosesnya.

Dingin
Rasa dingin hal ini berkaitan dengan respon makhluk hidup terhadap apa yang ada di lingkungannya. Secara garis besar seperti ini, tapi ada  pendapat yang berbeda dari  beberapa teman saya yang meyebutkan mereka anak jalanan saat ditanya ‘ Oni  kalau menurut Oni  dingin tuh apa?’ dijawab dingin itu ‘Kode-kodean’ Awwwwww (syok sejenak).... Sebenarnya saya bingung dengan jawab ini.

Namun secara tiba-tiba  saya mengerti, dingin adalah sesuatu yang spesial sehingga untuk menyatakannya diperlukan kode-kode khusus (ehem, perlu ada kajian khusus mengenai kode-kodenya hahahahha).  Alamatnya dari dingin di Sugapa, kab. Intan Jaya

Sugapa , Intan Jaya, Papua
Sugapa merupakan salah satu distrik yang menjadi pusat pemerintahan dan perekonimian warga di kabupaten Intan Jaya, Papua. Biar teman-teman lebih yakin ini informasi geografis Sugapa. Wilayah kecamatan Sugapa memiliki luas  73.914,62 Ha2, terletak ± 2200 - 2400 meter dari permukaan laut, memiliki topogafi yang bervariasi mulai dari datar, bergelombang, berbukit dan bergunung.

Sebagian besar Kecamatan Sugapa dengan topografi bergunung-gunung (RT/RW Kabupaten Intan Jaya, 2013). Lihat saja ketinggiannnya saja mencapai 2000 –an meter DPL, kan kalau di tempat saya Jayapura masih sekitar 1700 –an metet DPL. Nah , hal ini yang menyebabkan ada rasa yang special di Sugapa yaitu rasa dingin.

Apa sih Hubungannya antara Berpacaran dengan Dingin dan Sugapa?
Sekarang Cinta mau cerita secara lengkap mengapa Cinta bisa berada di sana dan menjalin hubungan berpacaran sekitar tiga hari dengan kediginan disana.

Pada tanggal 23 November saya diberi kesempatan untuk bergabung dengan TIM PENELITI dari PPKK FISIPOL UGM untuk melakukan riset mengenai SPAM (Sistem Penyedia Air Minum) di kabupaten Intan Jaya. Karena sebelumnya saya pernah melakukan penelitian tentang ‘water treatment ‘ tapi di Sorong Selatan. Setelah melalui pergumulan sebelum tanggal 23 november akhirnya saya memutuskan untuk ikut dan pergi ke sana selama 7 hari. 
Apalagi hal yang menjadi pergumulan adalah diantara 8 tim peneliti hanya saya yang perempuan dan terbilang masih muda atau bahasa gaulnya Pucuk ka ini’ hehehe…..

Untuk sampai di Sugapa kami melalui pergumulan panjang  juga. Perjalanan kami dimulai dari Bandara Internasional Adisucipto Yogyakarta awalnya tujuan ke Timika, namun mengalami perubahan  karena di esok harinya tidak ada penerbangan ke Sugapa sehingga kami yang sudah di bandara untuk berangkat mengubah perjalanan menuju Nabire melalui Surabaya dan Makasar serta Ambon. Kami berangkat dari Bandara Internasional Pattimura Ambon sekitar jam 13.00 WIT ke Nabire, Papua.
Ruang Kedatangan di Bandara Nabire
Kami tiba di bandara Nabire sekitar pukul 15.10 WIT. Kesan pertama tiba dibandara Nabire benar –benar senang  karena  sa pu sahabat tuh banyak dari kota ini , lalu setiap kali dong cerita tentang kota ini sa selalu menitipkan sepenggal doa untuk bisa tiba disini, apalagi sa pu janji manis ke Almarhuma Insery Firda Weyai (sahabat saya di kampus yang telah berpulang ke tempat abadi lebih awal) untuk datang mengunjungi keluarganya di Nabire’.

Namun saya merasa sedih karena keadaan bengunan fisik dari bandara ini jauh dari yang diharapkan. Nah, ini gambaran pada tanggal 25 november 2015 saat itu bandara sedang direnovasi, yah semoga bisa semakin baik. Lalu kami menginap di Hotel Nusantara 2 dekat bandara, untuk istirahat semalaman sehingga besoknya kami berangkat ke Sugapa.
Jeng.....jreng.... hari baru pun tiba karena sudah tidak sabar hampir semalaman saya tidak tidur. Saya tidak bisa tidur karena memikirkan tentang semua cerita di Sugapa kalau di sana sangat dingin, akses ke sana hanya bisa pake pesawat kecil, untung-untung dapat pesawat yang tidak lesehan, kata beberapa orang yang sudah pernah tinggal di sana.
Lalu tak tunggu lama lagi kami menuju ke bandara ada hal aneh disana yaitu semua barang dan manusianya sebelum naik pesawat harus ditimbang dulu hahahha. lumayanlah saya dan barang saya tidak sampe 100 kg (ehem). 


Sesaat sebelum Take off ke Sugapa dari Nabire
Nah ini foto saya waktu dibandara nabire (NBX) sebelum beranjak ke Sugapa bersama beberapa anggota tim. Kami ke Sugapa dengan Air Fast Indonesia melewati pantai yang cantik, banyak gunung-gunung yang indah lekukannya lalu pohon-pohon yang terlihat seperti brokoly segar, lalu sungai – sungai seperti gelombang cinta dan danau Paniai yang indahnya seperti mata kamu :p, dari sini saya mengerti kenapa Papua itu sexy. 



Sa pun sampai di Sugapa. Ini di foto Bandara Sugapa, Papua
Akirnya tiba juga di Sugapa , Intan Jaya. Serius tapi bandaranya memang tidak ada bangunan fisik hanya ada landasan (gambar diatas), tapi pemandangannya sangat indah tidak bisa dirangkai dengan kata-kata. Ketika pintu pesawat dibuka kami disambut si ‘udara dingin’ Sugapa, sehingga membuat saya merasa dek-dekan hehehe... kami menju ke tempat penginapan. Pada pukul 14.00 WIT melanjutkan pengambilan data di beberapa titik yang sudah ditentukan. Saya ditugaskan ke sungai Wabu , tidak jauh dari tempat penginapan kami. Tapi kami harus menggunakan ojek karena jalannya hanya ada turunan dan tanjakan. Sampai disana saat pertama kali menginjakan kami di air sungai ‘bbbbrrrrrr’, kode lagi dinginnya seperti air es di Burjo samping Kosan. Yah karena tuntutan pekerjaan z harus kasih tebal kulit sejenak. Selama kami mengambil data seperti menghitung debit sungai dan sampel air, hujan pun turun.

Aaaarrrgggghhh…… rambut-rambut halus di sekitar leher berdiri dan kode-kode lainnya pun muncul. Setelah selesai kami kembali ke penginapan, saya dititipkan pesan oleh salah satu masyarakat setempat bahwa ‘sehabis pulang sebaiknya kamu mandi agar tidak kedinginan’.

 Yah saat pulang mendengar suara angin saja saya sudah kedinginan apalagi merasakan air Sugapa. Saya selanjutnya hanya cuci muka lalu makan dan rapat sejenak. Tibalah pukul 21.00 WIB , udara semakin dingin , lampu padam (karena jam segitu lampu sudah padam). Hati saya semakin dek-dekan karena tiduran sendiri dan si ‘Udara dingin’ mengedor-gedor jendela kamar saya lalu meberikan suara–suara kecil pada celah-celah pintu kamar saya sehingga saya merasakannya semakin mendekat.

Malam itu seakan banyak sekali kode yang saya buat. Mulai dari bergetar di kasur sampai berlutut seraya berdoa ke Tuhan. Berharap malam cepat berlalu. Tapi itulah karena masih tahap PDKT (pendekatan) dengan Si ‘Udara Dingin’ Sugapa, semalaman saya berpelukan dengannya. Keesokan harinya sekitar pukul 05.00 WIT saya bangun lalu saya menyanyakan ke salah satu penghuni penginapan ‘Santi.... kaka dingin skali.... bagaimana kha supaya tra rasa dingin?’ jawabnya ‘ Mandi pagi kaka !!!!’ saya ‘santi ko pu maksud neh mandi pagi jam berapa kha?’ jawabnya ‘sekrang to kaka’ jujur dengan jawaban itu, nadi bergerak lebih kencang dari yang sebelumnya lalu kepala terasa puyeng tapi si ‘udara dingin’ masih ingin tetap memeluk saya walapun pakaian saya sangat lengkap layaknya orang di kutub Utara. Dipikiran saya hanya ada satu perintah ‘mandi!’ Akhirnya pada pukul 06.30 WIT saya memutuskan untuk  mandi, dimulai dengan keramas serasa kepala membeku sejenak, lalu turun ke badan huh kode lain pun muncul terjadi lompatan dalam kamar mandi dengan suara yang ‘Hot’.  Seusai mandi saya bernyanyi ‘bila nanti aku milikmu, temani aku saat aku menangis’. Nah, kawan saat saya menuju ke kamar saya sudah merasakan kehangatan dan saya sadar saat itu si udara dingin pergi sejenak. Saya melakukan aktivitas seharian di beberapa  tempat yang terbilang jauh dari penginapan.

Ini di Tigamazigi, Perbatasan antara Bilogai dan Yokatapa. 
Ini foto Sugapa di pagi hari masih ada embun-embunya dan saya siap naik turun gunung. Serasa berdiri diatas awan. 

Saat pukul 15.00 WIT saya dan partner saya yaitu kaka Martinus Numberi di suguhi hujan lagi, si ‘udara dingin’ sepertinya merindukan saya, mau berpelukan lagi, tindakan bermesraan, mungkin yang semalam kurang lama yah?#eh.
Kami kehujanan. Hanya saja hal yang berbeda adalah setelah pulang saya langsung mandi alhasil si ‘Udara dingin’ hanya sedikit terasa pada sore hari, malam pun tiba. Meskipun busana lengkap namun udara dingin memaksa saya untuk bernyanyi ‘dunia kita berbeda’ hahahaha . Tapi anehnya masyarakat asli di sana serasa sangat akrab dengannya. Lalu sebelum saya tidur saya melakukan olaraga ringan seperti ‘jalan cantik cepat, putar badan 360 derajat sampai bertelut meminta pertolongan kepada Tuhan, untuk tidak dikirimkan api.’ Tapi lumayanlah hari ini tidak seperti kemarin.

Keesokan harinya saya bangun karena suara dari dedek gemes di belakang bangunan penginapan. Di sana ada asrama kecil yang ditempati adik-adik SD YPPK St. Missael Bilogai. Mereka punya keinginan  dan niat yang tinggi untuk sekolah. Namun rumahnya sangat jauh. Dalam keadaan dirangkul oleh si ‘udara dingin’ saya memberanikan diri untuk keluar dan menyaksikan aktivitas mereka yaitu mandi di pagi hari sekitar pukul 05.30 WIT.

Yah saya jadi malu, akhirnya sekitar 06.00 WIT saya memberanikan diri untuk mandi pagi lagi yah untuk mengusir si ‘udara dingin’ untuk pergi sejenak agar tidak mengganggu konsetrasi saya .

Hari itu,  hari yang sangat panjang banyak cerita di hari itu, karena dari pagi sampai malam si ‘udara dingin‘ tidak hadir secara seutuhnya untuk memeluk saya seperti di saat pertama bertemu. Tiada hujan atau mungkin karena dia tau kalau besok pagi pukul 08.00 WIT saya harus meninggalkan Sugapa? Apakah ini bentuk perpisahan yang tersirat?

Ini gereka Katolik  Bilogaiyang masih dalam proses pembangunan
Entahlah tapi tiba-tiba saya merindukan si ‘Udara dingin’ itu. Dari malam sampai pagi saya merasa tidak seperti hari pertama dan kedua. Sampai pagi hari saya bangun dan mandi itu terasa udara dingin hanya menyapa salam perpisahan melalui air yang saya gunakan. Lalu saat menuju ke bandara kami harus berjalan kaki menuju bandara.  Saat berjalan kaki saat itu jalannya tanjakan lalu saat menatap ke bawah saya melihat ini (Foto di atas ini ).

Kalau kamu bisa lihat tepat di embun-embun itu adalah tempat penginapan kami, lalu air mata pun turun dengan sendirinya karena seakan embun itu datang saat kami telah menuju perjalanan pulang. Rasa rindu terhadap si ‘rasa dingin’ semakin kian menyiksa saat pesawat yang hendak kami tumpangi datang dan mengangkut kami ke Nabire.

Membawa sejuta rasa penasaran saya terhadap si ‘Udara dingin’. Apakah ini bertanda dari Tuhan bahwa suatu saat saya akan kembali lagi? atau bertanda suatu saat kita akan bertamu namun di tempat yang berbeda? Atau apakah surga sedingin ini? Sebelum berangkat cerita ingin rasanya saya bernyayi ‘Kasih Ku akan datang’ . 

Diakhir cerita ini saya merasa selama tiga hari di Sugapa saya menjalani berpacaran dengan si ‘udara dingin‘ di Sugapa . Selama ini saya hanya penasaran dengannya , namun setelah bertemu saya langsung diajak berpelukan, dirangkul lalu seakan ‘ia’ mengingatan saya kalau sebenatr lagi mau hujan, merasakan lapar, jangan pulang kemalaman, jangan tidur kemalaman dan jangan lupa olaraga serta kode-kode baru antara kami.

Hal luar biasa lainnya setiap kali saya merasa sedih atau menangis pasti merasakan si ‘udara dingin’ disamping saya. Saya percaya perpisahan ini bukan untuk selamanya, tapi untuk beberapa waktu ke depan.

Gunung-gunung yang menjulang tinggi. Alam Papua yang sangat kusayangi. 





Sekian 

‘Perjumapan bukanlah akhir sebuah penasaran , tapi awal dari jawaban semua rasa penasaran’.

12 komentar:

  1. Mantap!! ❤️❤️❤️❤️❤️❤️

    BalasHapus
  2. Cerita yg Menarik. Bermanfaat sekali kawan ������

    BalasHapus
  3. Kerenn kk.. Jadi ingin ke sana jugaa ❤️❤️😍

    BalasHapus
  4. makash yang @marlisa , @christian dan @theresia :)

    BalasHapus
  5. Jdi ingin pacaran sm si udara dingin jg eh :)

    BalasHapus
  6. Putri Melanesya West Papua Cuma Putri Saja Yang Ada Di Benak Saya Tetap Maju terus.

    BalasHapus
  7. SAYANG PACARAN DENGAN DINGIN MANTAP ARTIKELNYA

    BalasHapus
  8. Wooow....please..its Amazing.

    BalasHapus
  9. Sukkaaaaaaa....
    Bikin novel kh, sa orang pertama yg siap membeli dan membaca. 😘😘😘
    Thumps uppp 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻 Kece badai Zuzan. 😍😍😍😘😘😘❤️️❤️️❤️️😊😊😊

    BalasHapus
  10. great story kaka :* wah, mau juga di peluk sama sih udara dingin. Sukses terus yah kak dengan cerita-cerita yang lainnya.

    BalasHapus
  11. Pretty much awesome article😊😊👍
    Sugapa..Sugapa..Sugapa

    BalasHapus