Harapan Tete Ohee dan Ternak Ulat sagu
Oleh. Cinta
Griapon
‘yauw dan enggo kam
bangun sudah , Mari bantu sa panen ulat sagu.’ begitulah kalimat yang setiap
hari diucapkan seorang laki-laki parubaya yang selalu berdiri di depan pintu
dan terlihat pada tubuhnya tampak tinggi,ber otot kekar di daerah lengan dan
dada serta tempurung lutut yang terlihat
menonjol kedepan. Laki-laki parubaya ini biasanya disapa dengan tete Ohee.
Ohee merupakan salah
satu marga atau nama keluarga besar dari suku Sentani, yang mendiami pinggiran
maupun sekitaran danau sentani , Jayapura , Papua.
Tete ohee merupakan salah satu orang tua yang
masih mempertahankan budaya memburu dan meramu di daerah Asei besar, Sentani.
Meskipun Tete Ohee
terlihat tua , dibuktikan dengan hampir seperempat dari rambutnya berwarna
putih namun ,semangat untuk menjaga keseimbangan alam dan bertahan dalam budayanya
tidak pernah tua.
Dibuktikan dengan
setiap hari tete ohee pergi menjaga dan
menanam kembali anakan pohon sagu serta merawat dusun sagunya.
*Yauw
adalah sebutan untuk laki-laki sentani
*enggo
adalah sebutan untuk perempuan sentani
Tete Ohee Pu dusun Sagu
Tete ohee memiliki
berhektar-hektar dusun sagu yang
diturunkan (hak ulayat) dari
nenek-moyang tete ohee.
Dusun sagu itu
dulunya di tanam oleh tete buyut dari beliau, awalnya hanya menanam sekitar 10
pohon tepat di tengah dusun di daerah kampung harapan .
Ketika tete ohee di usia remaja.
Tete ohee bercerita bahwa, saat itu tete
diajak oleh ayahandanya untuk melihat dusun sagu sambil diajarkan menjaga dan
merawat dusun sagu agar tetap lestari.
Saat itu tete Ohee yang masih remaja langsung tidak mau menyia-nyiakan amanat (warisan)
dari leluhur nya, maka tete ohee pun memulai pekerjaan mulia itu, yaitu :
menjaga , merawat dusun sagu tersebut .
Hingga 5 tahun
berlalu sampai tete ohhe mempersunting nene taime (salah satu marga dari
pesisir danau sentani). Setelah mempersunting nene taime, maka tete ohee tidak
sendiri lagi bekerja di dusun tersebut. Dusun sagu tersebut sebagai sumber kehidupan anak-cucu sekaligus istana bagi hewan-hewan
serta tumbuhan di dusun sagu tersebut.
Di usia muda tete Ohee telah menyadari bahwa dengan adanya dusun sagu di
pinggiran atau di sekitar danau sentani sangat membantu proses serapan air saat
hujan maupun resapan dari dataran tinggi .
pada umumnya tempat yang ditumbuhi pohon sagu
, tempat tersebut menjadi lembab sehingga beberapa hewan dapat hidup disitu. Hewan-hewan
yang hidup di dusun sagu tete ohee seakan menjadi teman dan penjaga dusun
dikala tete berada di rumahnya.
Setiap petang tete
ohhe selalu mendengar teriakan manja dari katak dan jangkrik yang
memberitahukan bahwa nene taime telah menunggu tete di rumah.
Biasanya menunggu
dengan sebakul papeda panas dan ikan gabus bakar atau ulat sagu yang ditumis
dengan bumbu yang sesuai.
Begitupun ketika pagi hari , tete selalu
mendengar nyanyian merdu burung pipit yang di dahan pohon sagu dekat rumah danau, yang
mengajak tete untuk pergi merawat dusun sagu tersebut.
Biasanya tete ohee
setiap hari menebang pohon sagu yang dianggap telah tua sehingga
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Karena tete ohee
melakukan penenbangan seorang diri lalu menggunakan kampak batu miliknya.
Biasanya untuk menebang satu pohon sagu tete membutuhkan waktu kurang lebih 5
hari.
Biasanya tete
memulai dari hari senin sehingga saat hari sabtu tete mangajak nene dan
anak-anaknya untuk memanen ulat sagu dan menokok sagu , mengambil sari batang
pohon sagu. ulat sagu yang dipanen berasal dari batang pohon sagu yang telah
hancur.
Biasanya setiap hari
sabtu tete bisa memanen kurang lebih satu tempayang tembaga yang berisi ulat
sagu .
Tidak terasa sudah 45
tahun tete ohee dan nene taime mengabdi untuk dusun sagunya. Tete senang karena
semakin banyak pohon sagu yang tertanam dan hewan yang tinggal semakin
bervariasi.
Namun 2 tahun terakhir ini, tete ohee merasa
sedih karena dilihatnya ada banyak bekas arang berwarna hitam pekat yang mengendap
di dahan – dahan pohon sagu yang terletak diperbatasan antara dusun dengan jalan raya.
Awalnya tete mengira
ada unsur kesengajaan manusia yang mengendapkan arang tersebut.
Akhirnya tete
berinisiatif selama seharian penuh untuk tidak berkeliling di dusun sagunya
melainkan berjaga di dekat pohon sagu tersebut.
Lalulintas kendaraan bermotor sangat padat
saat itu.
Lalu Tete mengamati
perlahan-lahan bersama tiupan angin membawa ampas arang yang berasal dari sisa
gas kendaraan bermotor dan menempel pada dahan pohon sagu tersebut.
Beberapa diantaranya menyebabkan anakkan pohon sagu telah mati karena
itu juga tumpukan sampah plastik yang menghambat perkembangan anakan pohon sagu
tersebut. Kegundaan tete ohee telah terjawab dengan fenomena tersebut.
Dengan hati kecewa,
tete pulang dan menceritakannya kepada cinta pertamanya yaitu nene taime.
Setelah menjalani perbincangan
yang panjang , tete dan nene berjanji untuk lebih kerja keras untuk melindungi
dan menjaga dusun sagu tersebut.
Mabuk-mabukan
di dusun sagu
Hari sabtu pun tiba
saat ini tepat tanggal muda, istilah
untuk hari di awal bulan. Tete Ohee dan nene taime menuju dusun sagunya
untuk memanen hasil dari dusunnya. Setelah menebang satu pohon, nene bersama anak-anakanya menokok sagu. Tete
pun menuju ke penjuru lain dari tempat nene menokok sagu untuk mengambil hasil
ternaknya yaitu ulat sagu.
Siang hari itu
perasaan tete tidak seperti biasanya , tete merasa ada orang lain yang bersama
dengan keluarganya di dalam dusun sagu miliknya.
Dipeganglah kampak
batunya dengan erat-erat sambil mengatur langkah kakinya. Terdengar suara
burung tak sehalus biasanya.
Tete ohee perlahan
menuju ke tempat dimana suara burung tersebut bergema. Semakin dekat dengan
suara burung tersebut, tete mendengar ada keributan suara manusia. Tete
mendengar salah seorang berkata ‘Yauw putar kha, sa belum mabuk neh’ .
Tete perlahan
melangkah kesana dan mendapati segerombolan anak-anak muda sedang menikmati
beberapa botol dan kaleng minuman keras yang biasnya dijajahkan di daerah pojokan Hawaai, sentani.
Kesedihan tete ohee pun bertambah,
karena mereka duduk diatas batang pohon sagu yang telah membusuk yang mana
tempat tete untuk memanen ulat sagu.
Tete menasehati dan
menyuruh mereka untuk pulang. Namun , mereka justru mengatakan bahwa tete ohee
adalah orang tua yang tidak mengikuti jaman atau kampungan.
Saat itu ada
beberapa anak muda yang justru mengusir tete ohee .
setelah melewati
berbincangan antara tete ohee dan muda-mudi tersebut, tiba-tiba muncul ular
rawa di tengah-tengah gerombolan muda-mudi tersebut.
Muda-mudi tersebut
langsung lari dan meninggalkan sisa –sisa botol minuman dan beberapa sampah
plastik mereka disana.
Tete ohee sejenak tersenyum
karena dusun sagu yang dijaga seakan mengerti perasaannya dan menjaga dirinya
dari ancaman orang jahat.
Setelah muda-mudi
itu pergi tete ohee segera mungkin membersihkan tempat mereka mabuk-mabukan
lalu tete kembali memanen ulat sagu miliknya di batang pohon lainnya.
Ulat
sagu : Tete Ohee pu keluarga selalu sehat
Dari dulu sampe
sekarang tete dan nene tidak pernah sakit yang aneh-aneh kecuali malaria. Adapun
tete atau nene bisa sakit malaria kalau tidak istirahat dengan baik.
Tete menyadari bahwa
kebanyakan teman-temannya yang se-usia dengan beliau telah berpulang ke Rumah
Bapa yang kekal karena penyakit yang aneh-aneh.
Penyakit yang aneh-aneh dikenal dengan penyakit
kota. Adapun kategori Penyakit kota yaitu : struk, kanker, gagal fungsi ginjal
, gagal fungsi hati dsb.
Tete pernah bertanya
kepada salah satu enggo yoku yang telah menjadi dokter dan mengangabdi di
seputaran asei besar, asei kecil, ayapo dan sekitarnya.
Tete bertanya
mengapa tete dan keluarganya tidak mudah terkena penyakit –penyakit kota dan
walaupun setiap hari tete dan nene bekerja keras di dusun sagu.
Namun, mereka tidak
mudah merasa capek dan selalu merasa sehat, Lalu sang dokter menanyakaan makanan
dan aktivitas dari tete ohee. Setelah enggo yoku mengetahui bahwa ulat sagu
merupakan lauk keseharian dari tete ohee dan keluarga. Enggo pun penasaran dan
coba mencari informasi manfaat dari ulat sagu tersebut.
Ternyata diselang
pencariannya, enggo bertemu dengan yauw
darius ohee. Saat itu yauw darius,
sementara melakukan kelanjutan penelitiannya tentang pengembangan ulat sagu di luar batang
pohon sagu.
Akhirnya enggo yoku
bertanya tentang manfaat dari ulat sagu.
Dengan rasa
bangga yauw darius ohee menjelaskan
bahwa pada tubuh ulat sagu terdapat protein esensial yang dapat membantu
pembentukan sel baru , membantu pengerakan sel otak dan daya tahan tubuh sehingga
stamina pun terjaga.
Asupan proteinnya
dapat mengalahkan asupan protein dari daging sapi. Selanjutnya yauw darius pun
menjelaskan tentang hasil analisis dari ulat sagu tersebut.
Penjelasan yang diberikan yauw
darius sangat jelas dan membuat enggo merasa puas.
Lalu, enggo yoku kembali ke kampung asei besar
dan memberitahukan kepada tete ohee sehingga tete merasa bangga memiliki banyak
cadangan ulat sagu di dusunnya yang cukup untuk anak-cucunya.
Enggo yoku pun tidak
lupa menceritakan tentang keberhasilan yauw darius Ohee yang telah meraih
penghargaan ‘The best Future Work” di ajang bergensi Penelitian Se-Asia Paisfik
dengan topik pengembangan ulat sagu di luar batang pohon sagu.
Tete ohee pun
menetekan air mata dan berharap akan lebih banyak enggo-enggo dan yauw –yauw
yang mengikuti jejak yauw darius dan enggo yoku, serta dapat manjaga dan
melestarikan budaya dari masyarakat sentani.
Penjelasan enggo
yuko membuat tete tidak ragu lagi untuk terus merawat dusun sagunya agar terus
menghasilkan makanan , sagu dan ulat untuk banyak orang bukan saja untuk
keluarganya.
Ternak
Ulat sagu : Terancam Bangkrut
Genap sudah 70 tahun
tete ohee menjaga dusun sagunya. Di suatu pagi tete bangun dan tete menyadari
bahwa anak-anak –cucu-cicit dan cecet sudah tumbuh dan penuhi rumah. Tete
pun mengumpulkan mereka untuk menitipkan
warisan dari leluhurnya. Tete mengajak untuk anak-anaknya agar terus
melanjutkan perjuangannya.
Perjuangannya
menjaga, merawat dan mempertahankan dusun sagunya. Mulai saat itu tete sudah tidak pergi ke
dusun lagi karena penglihatan tete sudah tidak sejernih 70 tahun sebelumnya.
Anak-anaknya tete
ohee berjumlah 12 orang .
12 orang , terdiri dari 5 perempuan dan 7
laki-laki.
Pengaruh budaya dari luar dan tuntutan hidup
dari anak-anaknya maka 3 tahun kemudian setelah tete memberi amanat, beberapa anak-anaknya yang laki-laki
melakukan transaksi penjualan tanah.
Transaksi penjualan
tanah dilakukan kepada investor tanah
maupun orang yang hendak membeli tanah tersebut. Perlahan dusun sagu tete ohee
habis ditebang oleh pembeli tanah.
Dibangun pula
bangunan fisik yang kokoh.
alhasil banyak
sampah yang berserakan di daerah dusun sagu yang tersisa.
Hasil panen sagu pun
tidak seperti 70 tahun silam. Sangat disayangkan adalah ulat sagu pun perlahan
hilang ditelan waktu.
Perkembangan ulat sagu sangat dipengaruhi oleh
lingkungan (suhu, tekanan, dan makanan) ketika penebangan dan pencemaran udara serta
pencemaran zat padat dan cair dari rumah tangga akan sangat menghambat
perkembangan ulat sagu .
Banyak larva ulat sagu yang gagal menjadi
ulat. Sehingga menambah kesedihan tete ohee karena tidak dapat menikmati ulat
sagu seperti dulu.
Di balik bilik rumah tepian danau sentani. Setiap
pagi mentari menyapa dan pamit di sore hari, tete ohee selalu menyelipkan
nyanyiannya tentang dusun sagunya yang permai.
Ingin rasanya ia kembali muda untuk terus
merawat dusun sagunya.
Harapannya setelah beliau kembali ke Rumah
bapa yang kekal , banyak kesadaran dari pemuda-pemudi
yang peduli terhadap dusun sagunya. Karena dusun sagu tidak pernah mengecewakan
pemiliknya.
Dusun sagu adalah sumber kehidupan bagi
manusia, hewan dan tumbuhan.
Dengan penuh ratapan tete ohee pun berharap
agar pengembangan ulat sagu yang telah jelas manfaatnya bagi manusia dapat
dikembangkan dan dibudidayakan,serta impiannya ternak ulat sagunya dapat terus
dikembangkan agar tidak mengalami kepunahan ulat sagu,
atau kebangkrutan
pada ternak ulat sagunya.
“Tete adalah gambaran umum dari
masyarakat adat papua yang selalu mempertahankan tradisi dan adat istiadat,
nilailah diri anda sendiri, pada bagian manakah anda? Tete ohee? Anak-anaknya?
Atau pemabuk di dusun sagu?”
Pada bagian manakah anda? Ulat sagu :D
BalasHapus